Slogannya berbunyi: One Nation, One Team. Maka kalau Timnas U-19 hanya disediakan satu stok jersey untuk bertanding berkali-kali, apa bukan eksploitasi namanya?
Seperti terkuak beberapa waktu lalu, dalam rangkaian pertandingan ujicoba bertajuk Tur Nusantara, Evan Dimas, dkk. ternyata harus bertanding berkali-kali hanya dibekali satu set jersey. 6 kali bertanding, hanya jersey yang itu-itu saja dipakai.
Tidak heran jika di laga melawan Persijap U-21 (17/2/2014), kompatriot Evan Dimas di lini tengah, Hargianto, harus mengenakan kaus nomor 30. Padahal sejak Piala AFF U-19 tahun lalu ia terbiasa memakai nomor punggung 8. Selidik punya selidik, itu terjadi karena jersey nomor 8 yang biasa dipakainya (tepatnya celana) sudah robek dan tak ada cadangan.
Ini cerita usang sebenarnya. Menjelang persiapan Piala AFF 2010 di era Nurdin Halid, misalnya, timnas sempat berujicoba dengan Pro Titan pada bulan September 2010. Di laga itu, Firman Utina, dkk., mengenakan jersey tanpa nama pemain, tapi terlihat kalau nama-nama pemain itu dihapus atau dicabuti. Di baju nomor 15 yang dipakai Firman, misalnya, samar-samar masih terbaca nama Egi. Siapa Egi? Egi Melgiansyah? Atau Emang Gue pIkirin?
Dalam ajang kualifikasi Piala AFF U-22 di Riau, kejadian yang sama terulang. Seragam latihan Andik, Agung Supriyanto, dkk., juga hasil "repro" jersey timnas pendahulunya.
Kiper Aji Saka mengenakan kostum tanpa nama yang samar-samar masih memunculkan nama Ferry Rotinsulu. Andik mengenakan seragam latihan tanpa nama yang samar-samar masih menerakan nama Alfiansyah. Sementara Fastabiqulkhoirot mengenakan seragam latihan tanpa nama yang masih memunculkan samar-samar nama Fauzan.
Mungkin kita masih sedikit maklum karena ujicoba Firman dkk., jelang Piala AFF 2010 itu hanya bertanding melawan klub yang kastanya sangat jauh di bawah dan tak disiarkan langsung televisi.
Tapi kali ini menimpa timnas U-19, tim yang kini menjadi pangeran-nya sepakbola Indonesia, tim kebanggan bangsa yang sukses memberikan trofi AFF U-19 dan tim pujaan yang sanggup mengalahkan Korea Selatan dengan performa ciamik.
Dan semua laga juga disiarkan langsung oleh televisi. Dengan hak siar yang jelas tak murah. Miliaran? Idealnya begitu. Wong ini tim kebanggan bangsa, tim pujaan negeri, dan tim kusuma bangsa. Lalu, bagaimana bisa stok jersey hanya satu?
Ketua Umum PSSI Djohar Arifin dalam pernyataannya menyalahkan pihak sponsor. Simaklah argumen Ketua PSSI ini: "Ya memang problem jersey itu ada di sponsor sendiri. Tapi kami sedang mendesak mereka untuk melengkapi itu. Mereka memang kewalahan. Tapi kami sudah mencoba agar secepatnya jersey itu ditambah dan dilengkapi."
Seperti terkuak beberapa waktu lalu, dalam rangkaian pertandingan ujicoba bertajuk Tur Nusantara, Evan Dimas, dkk. ternyata harus bertanding berkali-kali hanya dibekali satu set jersey. 6 kali bertanding, hanya jersey yang itu-itu saja dipakai.
Tidak heran jika di laga melawan Persijap U-21 (17/2/2014), kompatriot Evan Dimas di lini tengah, Hargianto, harus mengenakan kaus nomor 30. Padahal sejak Piala AFF U-19 tahun lalu ia terbiasa memakai nomor punggung 8. Selidik punya selidik, itu terjadi karena jersey nomor 8 yang biasa dipakainya (tepatnya celana) sudah robek dan tak ada cadangan.
Ini cerita usang sebenarnya. Menjelang persiapan Piala AFF 2010 di era Nurdin Halid, misalnya, timnas sempat berujicoba dengan Pro Titan pada bulan September 2010. Di laga itu, Firman Utina, dkk., mengenakan jersey tanpa nama pemain, tapi terlihat kalau nama-nama pemain itu dihapus atau dicabuti. Di baju nomor 15 yang dipakai Firman, misalnya, samar-samar masih terbaca nama Egi. Siapa Egi? Egi Melgiansyah? Atau Emang Gue pIkirin?
Dalam ajang kualifikasi Piala AFF U-22 di Riau, kejadian yang sama terulang. Seragam latihan Andik, Agung Supriyanto, dkk., juga hasil "repro" jersey timnas pendahulunya.
Kiper Aji Saka mengenakan kostum tanpa nama yang samar-samar masih memunculkan nama Ferry Rotinsulu. Andik mengenakan seragam latihan tanpa nama yang samar-samar masih menerakan nama Alfiansyah. Sementara Fastabiqulkhoirot mengenakan seragam latihan tanpa nama yang masih memunculkan samar-samar nama Fauzan.
Mungkin kita masih sedikit maklum karena ujicoba Firman dkk., jelang Piala AFF 2010 itu hanya bertanding melawan klub yang kastanya sangat jauh di bawah dan tak disiarkan langsung televisi.
Tapi kali ini menimpa timnas U-19, tim yang kini menjadi pangeran-nya sepakbola Indonesia, tim kebanggan bangsa yang sukses memberikan trofi AFF U-19 dan tim pujaan yang sanggup mengalahkan Korea Selatan dengan performa ciamik.
Dan semua laga juga disiarkan langsung oleh televisi. Dengan hak siar yang jelas tak murah. Miliaran? Idealnya begitu. Wong ini tim kebanggan bangsa, tim pujaan negeri, dan tim kusuma bangsa. Lalu, bagaimana bisa stok jersey hanya satu?
Ketua Umum PSSI Djohar Arifin dalam pernyataannya menyalahkan pihak sponsor. Simaklah argumen Ketua PSSI ini: "Ya memang problem jersey itu ada di sponsor sendiri. Tapi kami sedang mendesak mereka untuk melengkapi itu. Mereka memang kewalahan. Tapi kami sudah mencoba agar secepatnya jersey itu ditambah dan dilengkapi."
Siapa yang dimaksud "sponsor" dalam pernyataan itu? Logikanya sih apparel yang bekerja sama dengan PSSI dan Badan Tim Nasional (BTN) untuk menyuplai kebutuhan kostum timnas yaitu Nike.
Kita tahu, Nike bukan perusahaan penyedia apparel olahraga kelas abal-abal. Agak sulit ditangkap nalar sih, setelah anak asuh Indra Sjafrie bertanding sebanyak 6 kali, perusahaan sekelas Nike masih belum sanggup juga menyediakan jersey tambahan?
Mengingat timnas adalah marwah sepakbola sebuah negeri, mahkota persepakbolaan bangsa, apalagi ini timnas penuh harapan yang dicintai semua pecinta sepakbola, perkara jersey ini -- jika benar ini kesalahan sponsor seperti dikatakan Djohar-- mestinya kasus ini jadi aib bagi perusahaan tersebut.
Bukankah toko Nike ada di mana-mana? Misalnya, kenapa tidak memborongjersey timnas kosongan (tanpa nomor dan tanpa nama) dan lantas -- dalam istilah yang lazim di dunia konveksi-- nge-press nomor dan nama di tempatprinting yang sudah tersebar di mana-mana?
Kolega saya yang tahu soal detail percetakan begini mengatakan ini bukan hal yang sulit dilakukan. Setidaknya: sekadar untuk mengatasi kondisi darurat "miskin jersey" sambil menunggu jersey standar kelar dibuat.
Bertanding 2 hari sekali, bahkan saat abu vulkanik Kelud mengguyur Semarang pun pasukan "Garuda Muda" tetap berlaga melawan PSIS Semarang (14/2), membuat beberapa kalangan menyebut timnas U-19 diperlakukan sebagai "sirkus". Tapi kita percaya Indra Sjafri sudah tahu apa yang dia rencanakan. Tak ada keraguan untuk perkara satu ini.
Tapi urusan jersey ini bukan porsi tim pelatih dan pemain. Ini porsi federasi yang mengurusi sebuah tim nasional.
Jersey mungkin urusan sepele. Bisa saja dikatakan ini perkara remeh temeh. Tapi Evan Dimas dkk. 'kan bukan tim remeh temeh. Tim ini bukan tim tarkam. Semua mimpi dan harapan kita sedang dipasrahkan ke pundak mereka. Sungguh kebangetan kalau para pembela tim negara cuma disediakan satu kaus plus satu celana.
Kita tahu, Nike bukan perusahaan penyedia apparel olahraga kelas abal-abal. Agak sulit ditangkap nalar sih, setelah anak asuh Indra Sjafrie bertanding sebanyak 6 kali, perusahaan sekelas Nike masih belum sanggup juga menyediakan jersey tambahan?
Mengingat timnas adalah marwah sepakbola sebuah negeri, mahkota persepakbolaan bangsa, apalagi ini timnas penuh harapan yang dicintai semua pecinta sepakbola, perkara jersey ini -- jika benar ini kesalahan sponsor seperti dikatakan Djohar-- mestinya kasus ini jadi aib bagi perusahaan tersebut.
Bukankah toko Nike ada di mana-mana? Misalnya, kenapa tidak memborongjersey timnas kosongan (tanpa nomor dan tanpa nama) dan lantas -- dalam istilah yang lazim di dunia konveksi-- nge-press nomor dan nama di tempatprinting yang sudah tersebar di mana-mana?
Kolega saya yang tahu soal detail percetakan begini mengatakan ini bukan hal yang sulit dilakukan. Setidaknya: sekadar untuk mengatasi kondisi darurat "miskin jersey" sambil menunggu jersey standar kelar dibuat.
Bertanding 2 hari sekali, bahkan saat abu vulkanik Kelud mengguyur Semarang pun pasukan "Garuda Muda" tetap berlaga melawan PSIS Semarang (14/2), membuat beberapa kalangan menyebut timnas U-19 diperlakukan sebagai "sirkus". Tapi kita percaya Indra Sjafri sudah tahu apa yang dia rencanakan. Tak ada keraguan untuk perkara satu ini.
Tapi urusan jersey ini bukan porsi tim pelatih dan pemain. Ini porsi federasi yang mengurusi sebuah tim nasional.
Jersey mungkin urusan sepele. Bisa saja dikatakan ini perkara remeh temeh. Tapi Evan Dimas dkk. 'kan bukan tim remeh temeh. Tim ini bukan tim tarkam. Semua mimpi dan harapan kita sedang dipasrahkan ke pundak mereka. Sungguh kebangetan kalau para pembela tim negara cuma disediakan satu kaus plus satu celana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar